Diriwayatkan dari Muhamad bin Ka’ab Alhilaly, ia berkata: “aku memasuki Madinah dan menuju pusara Nabi Muahamad SAW untuk menziarahinya. Maka aku pun duduk di depan pusara. Lalu datang seorang arab badui dan ia kerkata menyapa pusara; wahai sebaik-sebaiknya utusan, sesungguhnya Allah menurunkan padamu kitab yang maha benar. Allah berfirman:

“Sesungguhnya jikalau mereka ketika berbuat zalim kepada dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”, sesusungguhnya aku mendatangimu seraya untuk meminta ampunan di depanmu dari dosa-dosaku, dan meminta syafaat kepada Allah melalui perantaramu. Lalu orang arab badui itu menangis dan mendendangkan syair. “wahai sebaik-baiknya orang yang jasadnya dipusarakan di dalam bumi. Karena kemuliannya, bumi dan tanahnyapun menjadi mulia” Jiwaku menjadi penjaga pusaramu, yang didalamnya terdapat kesucian, kemurahan dan kemuliaan.

Alhilaly melanjutkan: “orang badui itu kemudian membaca istighfar lalu pergi. Lalu aku tertidur di depan pusara Nabi SAW dan aku bermimpi melihat Nabi SAW di dalam tidurku. Beliau bersabda kepadaku: susullah orang badui tersebut dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya dengan syafaatku. Akupun terbangun dan pergi untuk mencari orang tersebut, namun aku tak dapat menemukannya”.