Terdapat perbedaan riwayat mengenai siapa yang terlebuh dulu yang merenovasi Ka’bah setelah pembangunan oleh Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail AS. Imam Muhibuddin At Thabary menyebutkan dalam buku Al Qirā Li Qāshidi Ummil Qurā bahwa Amalik adalah salahsatu suku yang hidup di sekitar Mekah dan merekalah yang kemudian menguasai kota Mekah, dan mereka pula yang merenovasi Ka’bah ketika Rusak. Riwayat lain menyebutkan bahwa suku Jurhum lah yang terlebih dahulu merenovasinya.
Setelah Nabi Ismail As wafat yang menjadi penerus saat itu adalah Mudhad bin ‘Amr dari kabilah Jurhum. Mudhad mengurus dan memimpin keturunan Nabi Ismail yang menikahi seorang perempuan dari suku Jurhum. Mudhad kemudian berhasil membawa sukunya yaitu Jurhum mendapat posisi yang besar dan menguasai Ka’bah dan kota Mekah.
Karena topografi kota Mekah yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan karenanya ketika hujan turun air mengalir dan berkumpul di Mekah. Saat itu terjadi hujan lebat sehingga terjadilah banjir yang mengepung Ka’bah. Akhirnya pun Ka’bah mengalami kerusakan. Setelah banjir reda suku Jurhum merenovasi ulang pembangunan Ka’bah di tangan seorang ahli bangunan saat itu bernama Abu Aljadarah.
Setelahnya, seorang dari suku Jurhum juga bernama Al Harits bin Mudhad Al Asfar memiliki andil dalam pembangunan Ka’bah. Ia merenovasi ulang dan menambahkan pembangunan pada Ka’bah. Ia meninggikan bangunan Ka’bah sehingga menjadi lebih tinggi dari zaman sebelumnya ketika dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kemudian oleh suku Jurhum. Perenovasian Ka’bah ini dimungkinkan karena faktor waktu atau umur bangunan dan faktor alam yaitu terjadinya aliran banjir yang mengepung dan merusak kota Ka’bah.